Hiroshi yang kukenali dua tahun lalu adalah seorang pengurus restoran di pekan kecil Nishiawaji. Dia pemuda tiga puluhan bersemangat dan sentiasa punya hal positif untuk diperkatakan.
Jika seseorang bertanya kepadanya tentang apa yang sedang dia kerjakan,maka dia akan selalu menjawab, " Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka mempunyai kembar!"
Banyak pelayan di restorannya akan berhenti jika Hiroshi berpindah tempat kerja. Mereka akan mengikutinya dari satu restoran ke restoran yang lain. Alasannya cuma satu. Bukan kerana Hiroshi kacak.
Bukan! Kerana sikap dan pandangan serta kemuliaan hatinya.
Hiroshi adalah seorang motivator alami. Jika teman sekerja sedang mengalami hari yang buruk, dia selalu ada di sisi mereka. Sambil memberitahu teman-temannya bagaimana melihat sisi positif dari situasi yang tengah dialamai.
Sikapnya benar-benar membuat aku jatuh hati. Suatu pagi aku memutuskan untuk berterus terang tentang perasaanku padanya. Tapi entah kenapa ayat-ayat lain pula yang terpacul dari bibirku.
"Aku tidak mengerti! Tidak mungkin seseorang menjadi orang yang berfikiran positif sepanjang waktu."
Bagaimana kamu dapat melakukannya? " Tanyaku
Hiroshi menjawab, "Tiap pagi aku bangun dan berkata pada diriku, aku punya dua pilihan hari ini. Aku dapat memilih untuk ada di dalam suasana yang baik atau memilih dalam suasana yang jelek."
Kemudian dia menghela nafas dan menyambung bicaranya" Aku selalu memilih dalam suasana yang baik. Tiap kali sesuatu terjadi, aku dapat memilih untuk menjadi korban atau aku belajar dari kejadian itu. Aku selalu memilih belajar dari hal itu. Setiap ada sesorang menyampaikan keluhan, aku dapat memilih untuk menerima keluhan mereka atau aku dapat mengambil sisi positifnya. Aku selalu memilih sisi positifnya." Panjang lebar jawapan yang diberikan padaku.
"Tetapi tidak selalu semudah itu," Protesku.
"Ya, memang begitu,"Kata Hiroshi.
"Hidup adalah sebuah pilihan. Saat kamu membuang seluruh masalah, setiap keadaan adalah sebuah pilihan. Kamu memilih bagaimana bereaksi terhadap semua keadaan. Kamu memilih bagaimana orang di sekelilingmu terpengaruh oleh keadaanmu. Kamu memilih untuk ada dalam keadaan yang baik atau buruk. Itu adalah pilihanmu, bagaimana kamu hidup." Petah tuturnya menjadikan aku terpegun. Sehingga aku terlupa mengunkapkan puisi-puisi cinta yang kutulis khas buat Hiroshi.
***
Beberapa bulan kemudian, aku mendapat tahu Hiroshi mengalami musibah yang tidak pernah terfikirkan terjadi dalam perniagaan restoran: membiarkan pintu belakang tidak terkunci pada suatu pagi dan dirompak oleh tiga orang bersenjata.
Saat dia mencuba membuka peti besi berisi wang, tangan Hiroshi gementar kerana gugup dan salah memutar nombor kombinasi. Para perompak panik dan menembaknya. Untungnya, Hiroshi cepat ditemui dan segera dibawa ke hospital.
Setelah menjalani operasi selama berbelas jam dan seminggu rawatan di ICU, Hiroshi dapat meninggalkan hospital dengan beberapa bahagian peluru masih berada di dalam tubuhnya. Aku menemui Hiroshi enam bulan sesudah musibah tersebut.
Saat aku tanya Hiroshi bagaimana keadaannya, dia menjawab, "Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka mempunyai kembar. Mau melihat bekas luka-lukaku? " Aku menunduk untuk melihat luka-lukanya. Pada waktu yang sama aku bertanya apa yang difikirkan saat terjadinya musibah itu.
"Perkara pertama yang terlintas dalam fikiranku ialah aku harus mengunci pintu belakang," Jawab Hiroshi. "Kemudian setelah mereka menembak dan aku tergeletak di lantai, aku ingat bahwa aku punya dua pilihan: aku dapat memilih untuk hidup atau mati. Aku memilih untuk hidup."
"Apakah kamu tidak takut?" Tanyaku.
Hiroshi terus melanjutkan cerita " Paramediknya hebat. Mereka terus berkata bahwa aku akan sembuh. Tapi saat mereka menolak tubuhku ke ruang gawat darurat dan melihat ekspresi wajah para doktor dan jururawat, aku jadi takut. Pandangan mereka sama sekali tidak menipu. Mata berkata "Orang ini akan mati. Aku tahu aku harus mengambil tindakan."
"Apa yang kamu lakukan?" Tanyaku semakin tertarik dengan ceritanya.
"Di sana ada seorang jururawt comel iras Ayumi Hamasaki bertanya padaku," Cerita Hiroshi.
"Dia bertanya apakah aku punya alergi. Dan aku mengangguk lemah"
Para doktor dan jurawat berhenti bekerja dan mereka menunggu jawaban Hiroshi. Katanya dia menarik nafas dalam-dalam dan berteriak, "Peluru!"
Di tengah tertawa mereka Hiroshi katakan, "Aku memilih untuk hidup. Tolong rawati aku sebagai orang hidup, bukan orang mati'."
Aku yakin Hiroshi dapat hidup bukan kerana kebijaksaan para doktor, tetapi juga kerana sikapnya optimisnya yang mengagumkan. Tuhan memberikan dia peluang kedua. Aku belajar dari dia bahawa setiap hari aku dapat memilih apakah aku mahu menikmati hidupku atau membencinya.
Satu hal yang benar-benar milikku; yang tidak mungkin dikawal oleh orang lain adalah sikap dan cara kita memilih untuk hidup. Benar! Sehingga jika kita mampu mengendalikannya dan segala hal dalam hidup akan jadi lebih mudah.
Jika seseorang bertanya kepadanya tentang apa yang sedang dia kerjakan,maka dia akan selalu menjawab, " Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka mempunyai kembar!"
Banyak pelayan di restorannya akan berhenti jika Hiroshi berpindah tempat kerja. Mereka akan mengikutinya dari satu restoran ke restoran yang lain. Alasannya cuma satu. Bukan kerana Hiroshi kacak.
Bukan! Kerana sikap dan pandangan serta kemuliaan hatinya.
Hiroshi adalah seorang motivator alami. Jika teman sekerja sedang mengalami hari yang buruk, dia selalu ada di sisi mereka. Sambil memberitahu teman-temannya bagaimana melihat sisi positif dari situasi yang tengah dialamai.
Sikapnya benar-benar membuat aku jatuh hati. Suatu pagi aku memutuskan untuk berterus terang tentang perasaanku padanya. Tapi entah kenapa ayat-ayat lain pula yang terpacul dari bibirku.
"Aku tidak mengerti! Tidak mungkin seseorang menjadi orang yang berfikiran positif sepanjang waktu."
Bagaimana kamu dapat melakukannya? " Tanyaku
Hiroshi menjawab, "Tiap pagi aku bangun dan berkata pada diriku, aku punya dua pilihan hari ini. Aku dapat memilih untuk ada di dalam suasana yang baik atau memilih dalam suasana yang jelek."
Kemudian dia menghela nafas dan menyambung bicaranya" Aku selalu memilih dalam suasana yang baik. Tiap kali sesuatu terjadi, aku dapat memilih untuk menjadi korban atau aku belajar dari kejadian itu. Aku selalu memilih belajar dari hal itu. Setiap ada sesorang menyampaikan keluhan, aku dapat memilih untuk menerima keluhan mereka atau aku dapat mengambil sisi positifnya. Aku selalu memilih sisi positifnya." Panjang lebar jawapan yang diberikan padaku.
"Tetapi tidak selalu semudah itu," Protesku.
"Ya, memang begitu,"Kata Hiroshi.
"Hidup adalah sebuah pilihan. Saat kamu membuang seluruh masalah, setiap keadaan adalah sebuah pilihan. Kamu memilih bagaimana bereaksi terhadap semua keadaan. Kamu memilih bagaimana orang di sekelilingmu terpengaruh oleh keadaanmu. Kamu memilih untuk ada dalam keadaan yang baik atau buruk. Itu adalah pilihanmu, bagaimana kamu hidup." Petah tuturnya menjadikan aku terpegun. Sehingga aku terlupa mengunkapkan puisi-puisi cinta yang kutulis khas buat Hiroshi.
***
Beberapa bulan kemudian, aku mendapat tahu Hiroshi mengalami musibah yang tidak pernah terfikirkan terjadi dalam perniagaan restoran: membiarkan pintu belakang tidak terkunci pada suatu pagi dan dirompak oleh tiga orang bersenjata.
Saat dia mencuba membuka peti besi berisi wang, tangan Hiroshi gementar kerana gugup dan salah memutar nombor kombinasi. Para perompak panik dan menembaknya. Untungnya, Hiroshi cepat ditemui dan segera dibawa ke hospital.
Setelah menjalani operasi selama berbelas jam dan seminggu rawatan di ICU, Hiroshi dapat meninggalkan hospital dengan beberapa bahagian peluru masih berada di dalam tubuhnya. Aku menemui Hiroshi enam bulan sesudah musibah tersebut.
Saat aku tanya Hiroshi bagaimana keadaannya, dia menjawab, "Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka mempunyai kembar. Mau melihat bekas luka-lukaku? " Aku menunduk untuk melihat luka-lukanya. Pada waktu yang sama aku bertanya apa yang difikirkan saat terjadinya musibah itu.
"Perkara pertama yang terlintas dalam fikiranku ialah aku harus mengunci pintu belakang," Jawab Hiroshi. "Kemudian setelah mereka menembak dan aku tergeletak di lantai, aku ingat bahwa aku punya dua pilihan: aku dapat memilih untuk hidup atau mati. Aku memilih untuk hidup."
"Apakah kamu tidak takut?" Tanyaku.
Hiroshi terus melanjutkan cerita " Paramediknya hebat. Mereka terus berkata bahwa aku akan sembuh. Tapi saat mereka menolak tubuhku ke ruang gawat darurat dan melihat ekspresi wajah para doktor dan jururawat, aku jadi takut. Pandangan mereka sama sekali tidak menipu. Mata berkata "Orang ini akan mati. Aku tahu aku harus mengambil tindakan."
"Apa yang kamu lakukan?" Tanyaku semakin tertarik dengan ceritanya.
"Di sana ada seorang jururawt comel iras Ayumi Hamasaki bertanya padaku," Cerita Hiroshi.
"Dia bertanya apakah aku punya alergi. Dan aku mengangguk lemah"
Para doktor dan jurawat berhenti bekerja dan mereka menunggu jawaban Hiroshi. Katanya dia menarik nafas dalam-dalam dan berteriak, "Peluru!"
Di tengah tertawa mereka Hiroshi katakan, "Aku memilih untuk hidup. Tolong rawati aku sebagai orang hidup, bukan orang mati'."
Aku yakin Hiroshi dapat hidup bukan kerana kebijaksaan para doktor, tetapi juga kerana sikapnya optimisnya yang mengagumkan. Tuhan memberikan dia peluang kedua. Aku belajar dari dia bahawa setiap hari aku dapat memilih apakah aku mahu menikmati hidupku atau membencinya.
Satu hal yang benar-benar milikku; yang tidak mungkin dikawal oleh orang lain adalah sikap dan cara kita memilih untuk hidup. Benar! Sehingga jika kita mampu mengendalikannya dan segala hal dalam hidup akan jadi lebih mudah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan